Kota Cerita adalah sebuah BOOK PUBLISHER indie yang menyediakan jasa untuk para penulis muda yang ingin menerbitkan bukunya. Kota Cerita akan mengurus hal-hal sebelum penerbitan dilakukan seperti desain cover, desain layout bagian dalam buku, desain ilustrasi sampai ke editing naskahmu.

Pertanyaan bisa diajukan ke kotacerita@gmail.com dan follow twitter kami!

Jumat, 25 Maret 2011

Jejak Langkah

oleh: ghyna amanda
...

Kalau ada satu jalan terbaik yang mungkin bisa kulintasi, itu adalah jalan dimana dapat kutemukan jejak langkahmu di sana, bersamaku. Kalau ada satu hari terbaik yang mungkin bisa kulalui dalam hidup, itu adalah ketika bisa kuhabiskan waktu-waktu yang tersisa kini bersamamu.

It's because of you that I can keep moving forward 
As I walk through the winter, I believe that with all my heart
           
Kenangannya berlari menembus waktu yang telah lalu. Meraba kembali memori ketika pertama kali kita bertemu. Waktu yang tak kurasa begitu indah karena pandanganmu yang selalu mengarah padanya. Dia yang begitu kau sanjungkan lebih dari apapun, lebih dari diriku yang hanya seorang bocah di matamu.

Kadang kutakut bahwa perasaan ini salah. Kadang kutahu bahwa perasaan ini memang benar-benar salah.
Ada kalanya aku menunggumu untuk memakan sesuap nasi yang kemudian kau lupakan atas dalih demi mencari perhatiannya. Ada kalanya kau menyiramku dengan segelas air karena memaksakan banyak hal padamu. Dan atas semua itu satu hal yang bisa kulakukan hanyalah meminta maaf. Sebuah maaf untukmu, maaf karena telah berusaha menyusup ke dalam hati kecilmu.

Kadang kutakut bahwa yang bisa kulakukan hanyalah bermimpi.
Kulihat dirimu menangis di tepian danau, permukaan air keruh tersebut mungkin menjadi saksi bagaimana pilu hatimu karena tak mendapatkan hatinya. Ingin kurangkul dirimu erat dan menghapus air mata di wajahmu walau ternyata keberanianku tak cukup untuk melakukan hal tersebut. Aku hanya bisa mengubur kembali perasaanku, dengan menyisakan sedikit harapan untuk bisa membuatmu kemudian melihatku di sini.
...
Bisa kulihat sosokmu dari kejauhan. Cantik. Di antara putihnya salju kau menjadi bunga terindah yang bisa kulihat. Kau mengumbar senyum, melangkahkan kakimu cepat, menjemputku di sini dengan riang.
            “Menunggu lama?”
            Kau bertanya dengan suara beningmu. Kulitmu memerah sementara asap putih mengepul dari sela bibir seranum apel segar yang terus mendera napas. Kedua bola mata hijaumu saling terpaut, mengarahkan pandanganku dan kembali menguncinya erat.
            Aku terdiam. Hanya bisa memelukmu erat tanda betapa rindunya hati ini setelah lama tak dapat berjumpa. Menggenggam tanganmu erat selagi Kau berusaha untuk terus bertanya bagaimana keadaanku. Fine. Bisa kulukiskan keadaanku kini dari gurat wajah tersegar yang bisa kutunjukkan saat ini.
            “Ya tebya lyublyu–Ilove you.
            Mengecup ringan dahinmu yang tertutupi sebagian rambut merah kecoklatan tipis.
            “Me to.” Sambungan hangat yang kemudian Kau ucapkan. “Pulang?” Menawarkan.
            Hanya memberi anggukkan ringan. Setelah ini jalanan setapak yang tertutupi salju menanti di hadapan kita. Dingin, lebih dingin dari biasanya. Hingga kemudian kurangkulkan lengan di pundak kecilmu, berusaha memberimu hangat walau sebagian wajahmu kini tertutup sebuah syal tebal berwarna merah muda. Dari sela syal tersebut kemudian dapat kulihat bagaimana Kau tersenyum.
            “Menurutmu aku tambah gemuk?” Kau memulai pembicaraan sembari terus melangkah menelusuri jalan bersalju ini. Pertanyaan yang membuatku kembali mengurai senyum langka yang hanya bisa Kau timbulkan melalui sebaris kata saja.
            Aku menggeleng, terdiam. “Entahlah, mungkin terlihat begitu karena pakaianmu tebal,” jawabku kemudian. “Lagipula aku kan rabun,” lanjutku. Menggumamkan hal sama setiap kali Kau bertanya hal seperti itu.
            Tawa pelanmu terdengar. Satu tangan menutupi mulut yang hanya terlihat sebagian. “Kau selalu mengatakan hal yang sama, Dennis. Tak ada yang lain?”
            Tersipu. “Tapi memang benar kok, aku tak dapat melihat dengan jelas walau kacamataku sudah benar,” menunjuk bingkai tebal yang menghiasi wajahku. Lama tak memakainya hingga tak begitu terbiasa dengan hiasan satu ini. Sesungguhnya aku hanya sedikit berbohong soal kerabunan tersebut, karena bingkai kaca ini membantuku melihat dirimu yang begitu sempurna dalam pandanganku. “Serius, aku ta

Snow flowers bloom on the roadside treetops 
The road is graffiti on a white canvas 
We put our cold hands together to warm each other

Kilap pandanganku buyar ketika kau menarik bingkai kaca tersebut. Membuatku kemudian kehilangan arah untuk menentukan dimana dirimu berada, sebelum kemudian Kau mendaratkan sebuah kecupan hangat di bibirku sama seperti bertahun-tahun yang lalu, dimana dalam sampan kunyatakan perasaanku padamu dan kemudian kau membalas hal serupa.
            “Lebih mudah kah bagimu mendeskripsikan diriku dengan pandangan yang lebih kabur seperti ini?” Suara nyaringmu kembali terdengar selembut hembusan angin. Mengalir masuk ke dalam telinga bagaikan sebuah alunan lagu.
            Hanya bisa kusentuh kedua pipimu yang merona, pelan dengan tangan setengah beku. Kurasakan hangat menjalar begitu cepat sebelum Kau kembali memasangkan bingkai tersebut di wajahku, memerlihatkan bagaimana keindahan dirimu yang sebenarnya.
            “Kau selalu sempurna dalam pandanganku, bagaimana pun itu.” Hanya sejenak mengungkapkan mengenai pemikiranku selama ini. Karena tak dapat kudeskripsikan bagaimana dirimu melalui fisik, kututup kedua mataku agar bisa memberimu deskripsi lain melalui pandangan hati.
            Dan kau pun tersenyum. Cantik.

If I turn around, I can see our footprints side by side 
Laughing at the indentation from a fall on a winter day

            “Pulang?”
            Memberi sebuah anggukkan pelan. Dan kembali merangkul mu erat. Tak berniat untuk melepasmu apapun yang terjadi. Karena dapat kupercaya, bahwa Kau benar-benar ada untukku kini dan nanti.
            Dan kemudian, ketika kita berbalik arah, dapat kita temukan jejak langkah kaki berdampingan yang bersama kita ukir di atas salju ini. Dari satu langkah menyambung pada langkah lainnya. Kau tahu? Itu adalah sebuah perjalanan yang telah kita lalui bersama. Dan kemudian kita saling tertawa ketika mengingat masa itu. Masa dimana aku hanyalah seorang bocah kecil yang memberimu makanan di saat kau bersikeras mengecilkan ukuran pinggangmu. Masa dimana Kau adalah seorang gadis remaja yang begitu menuntut kesempurnaan dan mungkin hanya menganggapku sebagai pengganggu atas ambisi kecilmu.
           
Let's take steady steps like this 
As if taking each other's hand 

Let's walk together forever 
As if making white footprints in the snowdrifts 

Let's walk home together a little more slowly 
As if tenderly cuddling up

Kita akan sama-sama tertawa ketika kembali mengenangnya. Walau kemudian kita harus terus melaju, mengukir jejak lainnya yang mungkin akan terhapus oleh butiran salju yang turun dengan lebat. Akan tetapi jejak itu tak akan pernah terhapus dari hati yang telah mengukir jejak, cerminan dari beragam kenangan manis di atas sebuah kanvas putih bernama hidup.

1 komentar: