by Orinthia Lee
Derasnya hujan selalu menjadi pemanggilmu
Tiba waktunya bagimu ‘tuk keluar dari perlindunganmu
Membawa payung usang menjajakan jasa
Demi sesuap nasi dan biaya sekolah
Alana, hei, Alana. Setiap pagi kamu selalu bangun dengan semangat baru. Seulas senyummu menjadi cahaya dalam gelapnya hati ibumu yang sudah tua dan sakit-sakitan. Di rumah sempit satu ruang itu kamu tinggal bersama ibu dan kelima adikmu yang masih kecil-kecil, sungguh aku iba melihatnya. Kamu baru beranjak 11 tahun, masih duduk di bangku kelas 4 SD karena terlambat masuk sekolah tapi kamu sudah menjadi tulang punggung bagi keluargamu yang tak lagi memiliki kepala keluarga.
Aku heran, tak sekalipun segelintir keluhan pernah lolos dari bibir mungilmu meski tiap hari kamu harus mencari nafkah, mencari-cari uang dengan belas kasihan orang saat matahari bersinar begitu terik di langit sana bersama teman-teman yang senasib. Tak jarang kamu memunguti sampah-sampah di jalan untuk kemudian dijual kembali. Hasilnya tak seberapa hingga kadang kamu harus berkorban tak makan agar ibu dan adik-adikmu dikenyangkan. Hatimu sungguh mulia.