Kota Cerita adalah sebuah BOOK PUBLISHER indie yang menyediakan jasa untuk para penulis muda yang ingin menerbitkan bukunya. Kota Cerita akan mengurus hal-hal sebelum penerbitan dilakukan seperti desain cover, desain layout bagian dalam buku, desain ilustrasi sampai ke editing naskahmu.

Pertanyaan bisa diajukan ke kotacerita@gmail.com dan follow twitter kami!

Senin, 13 Desember 2010

Sang Pecinta Hujan

Ditulis oleh: Reachy Ruch

Rain, sebut saja begitu. Dia tidak pernah mau memberitahukan nama aslinya. Padahal dia mengetahui nama Nana, bahkan nama lengkapnya, Nana Narlita Kusuma. Dipaksa bagaimanapun, Rain tidak pernah mengatakan siapa nama aslinya, tempat asalnya, atau apapun yang bisa menjurus pada jati dirinya. Dia cuma mengaku bahwa dia berjenis kelamin laki-laki. Selain itu, apa yang Nana tahu darinya? Cuma hal-hal kecil yang tidak penting.
Sebaliknya, Rain bisa dibilang mengetahui apapun tentang Nana. Asalnya, umurnya, wajahnya, sekolahnya, rumahnya, semua. Bisa saja Rain tiba-tiba ada di samping Nana dan remaja perempuan itu tidak menyadarinya sama sekali.
Ya, Rain adalah orang yang ditemuinya di dunia maya. Internet, istilah bekennya. Satu hal yang sudah teramat sangat lumrah di dunia globalisasi ini. Kalau ada orang yang belum pernah mendengar apa itu internet, mungkin dia tinggal di daerah pedalaman yang paling dalam? Di mana listrik saja tidak ada, apalagi komputer, barang yang rasanya sudah tidak dianggap sebagai barang tersier lagi. Mungkin barang yang ditemukan pada tahun 1940-an itu sudah naik tingkat menjadi barang sekunder atau bahkan primer? Tanyakan pada para penghuni kota besar, ada yang pernah melewatkan satu hari saja tanpa menyentuh internet? Ada yang sanggup hidup tanpa internet? Apalagi sekarang, gadget-gadget pendukung sudah bertebaran di mana-mana dengan harga yang semakin bersahabat.


Rain, si laki-laki misterius itu. Di usia Nana yang keenambelas, adalah hal yang wajar kalau dia mulai tertarik pada sosok yang berlawanan jenis. Rain-lah yang selalu mengisi hari-harinya. Alat komunikasi mereka memang hanya sebuah jaringan antar komputer. Sesuatu yang teramat rapuh untuk dibebani suatu persahabatan yang kokoh.
Nana memang tidak mengenal Rain dengan baik. Dan sepertinya butuh perjuangan dengan semangat ’45 untuk mampu mengenal Rain dengan baik. Mau bagaimana lagi? Nana adalah seorang sanguinis sejati. Dia suka mencari teman dan suka menjadi pusat perhatian. Selalu ingin didengarkan tapi sulit untuk mendengarkan orang lain. Egois, kata orang. Tapi, itulah Nana. Seorang gadis ceria yang selalu mampu merubah suasana sesuram apapun menjadi kehebohan.
Lalu, apakah gadis seperti itu, tidak membutuhkan sesuatu untuk menyemangati dirinya sendiri, di kala dia terjatuh ke tingkat emosi terbawah? Ya, dia butuh sesuatu atau seseorang atau—apapun. Memangnya apa yang bisa membuat seorang gadis seceria itu down? Keluarganya, tepatnya orangtuanya. Pasangan suami istri yang hobi berteriak-teriak ketika bulan sudah memperlihatkan wajah bopengnya atau ketika sang surya masih mengintip malu-malu. Seperti sekarang.
Jarum pendek pada jam dinding bergambar hello kitty-nya sudah menunjukkan angka 11. Sedangkan yang panjang, berada diantara angka dua dan tiga. Seharusnya, Nana tidur. Tapi, bagaimana bisa tidur? Kalau orangtuanya sedang berteriak-teriak tak karuan di luar sana?

Cute Nana: Rainnnnnnn~
Rain: ya?

Inilah yang disukai Nana dari Rain. Laki-laki itu seakan selalu ada kapanpun Nana membutuhkannya. Tidak peduli tangan-tangan sang waktu sedang menunjuk angka berapa.
Cute Nana: Ortu Nana jejeritan heboh lagi! huhuhu.. Nana kan jadi ga bisa tidur.. Padahal besok Nana harus bangun jam 6.. Nana ngantuk, Rainnn~
Rain: tidurlah.. tutup telingamu dengan bantal.
Cute Nana: Ga bisaaaa.. T__T
Rain: mm.. hitung domba.. hahaha..
Cute Nana: Rain menghinaaaa! Nana kan ga bisa matematika. Malah disuruh ngitung domba!
Rain: hahaha.. pasang lagu dan karaoke.
Cute Nana: Ga ada lagu yang bagus
Rain: udah pernah dengar lagu Trouble is a Friend?
Cute Nana: Belom. Lagu siapa?
Rain: Lenka. cari aja..
Ini jugalah yang menyebabkan Nana menyukai laki-laki ini. Selalu saja ada ide yang mampu menyelesaikan masalahnya. Ngomong-ngomong, lagu itu bagus, mampu memompa semangat Nana yang sempat turun. Segera saja, Nana sudah berkaraoke ria dengan nada yang melenceng di mana-mana dan tentunya, dengan suara yang tidak pelan. Dalam sekejap, Nana sudah tidak mempedulikan teriakan-teriakan yang berasal dari luar sana. Dia sudah tenggelam dalam dunia kecil buatan Rain.
Rain, si pecinta hujan, begitu katanya, ketika ditanya mengapa namanya Rain. Wajar kan kalau Nana heboh menceritakan sang lelaki pada teman-temannya. Usia Nana kan masih berada di puncak kehebohan remaja. Dan teman-teman perempuannya selalu ikut heboh kalau Nana menceritakan tentang sang pecinta hujan itu. Mereka penasaran dengan wajah laki-laki itu tentunya. Tentu saja, visualisasi yang muncul di kepala mereka adalah Rain, si artis korea. Dan perempuan mana yang tidak menjerit-jerit heboh melihat Rain? Yah, tidak semua memang, sebagian besar, setidaknya. Bukan penggemar Rain pun, gadis-gadis itu pasti penasaran, Rain, sang pecinta hujan itu seperti apa? Apakah benar setampan Rain?
Rain, menurut cerita Nana, selalu ada bagi gadis remaja itu. Kapanpun Nana memanggil, Rain selalu membalas. Dan berbeda dengan Nana yang setelah beberapa menit ber-chatting-ria, selalu kabur entah ke mana. Maklum, gadis heboh yang tidak bisa diam. Rain juga selalu mampu membantu menyelesaikan masalah Nana, baik masalah pribadi ataupun masalah pelajaran. Rain juga tidak pernah marah. Dia selalu membalas ketikan-ketikan Nana dengan sabar, malah terkadang disertai tawa.
Spekulasi tentang Rain sendiri, sudah menjadi suatu topik menarik yang butuh waktu berkepanjangan untuk dibahas oleh Nana bersama teman-teman perempuannya. Mungkinkah Rain sudah lulus kuliah dan bekerja? Atau Rain sama-sama seorang pelajar SMA seperti mereka? Itu bisa sedikit menjelaskan bagian Rain yang mampu mengajari Nana pelajaran sekolahnya. Tapi, sama sekali tidak menjelaskan mengapa Rain bisa selalu ada kapanpun Nana membutuhkannya. Pelajar SMA tidak mungkin bisa online setiap saat, kan? Lalu, muncul pemikiran bahwa mungkin saja Rain ini adalah teman sekelas mereka! Kalau satu kelas, tentu saja jadwal mereka selalu sama. Tidak perlu online setiap saat, untuk menjawab panggilan Nana. Tapi, ide yang ini juga segera ditepis. Nana sudah pernah mencobanya. Dia kabur dari pelajaran, ke warnet, dan memanggil Rain. Seperti yang sudah diduga, laki-laki itu menjawab panggilannya.
Ide-ide gila juga pernah mampir ke otak teman-teman Nana. Ada yang bilang, mungkin saja si Rain ini adalah arwah penasaran yang sadar teknologi. Atau mungkin juga, si pecinta hujan itu adalah seorang stalker. Nana tidak mau percaya pada semua ide gila ini. Tidak mungkin Rain adalah seorang arwah penasaran. Tidak mungkin juga Rain yang baik itu adalah seorang stalker.
“Memangnya stalker jahat, Na? Lagipula, cuma itu yang bisa menjelaskan kenapa dia selalu ada setiap kau memanggilnya.”


***

Kabar buruk itu datang begitu saja. Tanpa diduga. Tanpa firasat apapun. Tidak pernah diharapkan. Memang begitukan ciri-ciri kabar buruk? Kalau bisa diduga, kabar buruk takkan jadi seburuk biasanya. Ya, tidak akan seburuk sekarang.
“Kami akan bercerai.”
Kalimat itu mengambang begitu saja di otaknya. Menolak dicerna. Cuma tiga patah kata. Tapi, makna yang dibawanya begitu dalam, begitu menyakitkan.
Kakak laki-lakinya sudah berlari keluar. Pintu depan terbanting begitu saja. Tega nian kakaknya, meninggalkannya sendirian, menghadapi sepasang sejoli yang sudah kehilangan cinta.
Perceraian ini bukannya tidak bisa diduga. Orang tuanya terus bertengkar tak kenal waktu. Sebenarnya, perpisahan ini hanyalah sebuah klimaks. Nana tahu, perceraian sudah bukan lagi kata yang asing diantara kedua orang tuanya ini. Entah sudah berapa kali, sepatah kata itu disebut di tengah teriakan-teriakan dan isak tangis. Tapi, Nana selalu percaya, seperti yang selalu dikatakan Rain padanya, mereka masih menyayangi anak-anaknya. Mereka tidak akan pernah serius melakukan ini. Tidak!
“Kenapa?” Kau tahu alasannya, Na. “Kenapa kalian tidak memikirkan kami? Lalu, bagaimana nasibku dan kakak? Aku tidak mau memilih salah satu dari kalian! Aku mau kalian berdua!” Biarpun kalian setiap hari selalu bertengkar!
Dia ingin menangis. Marah. Kesal. Mengapa orang dewasa begitu egois? Dia butuh kedua orang tuanya. Dia menyukai masakan ibunya. Dia juga menyukai humor-humor yang sering dilemparkan ayahnya. Dia mau mereka berdua!
Nana meninggalkan ruang keluarga itu dengan pilu. Masuk ke kamarnya dan menutup pintu dengan bantingan. Air matanya mengalir deras, memudarkan semua area pandangnya. Kakaknya pergi. Pada siapa lagi dia harus melarikan beban yang teramat sangat berat di hatinya itu? Rain, tentu saja.
Cute Nana: Rainnnnn~
Rain: ya?
Cute Nana: T____________T
Rain: kenapa nangis, Na?
Cute Nana: Ayah bunda...
Rain: mm?
Cute Nana: Mereka mau cerai! T_____________T huwaaaaaaaaa..
Rain: wew.. lalu Nana bilang apa?
Cute Nana: Nana ga mau mereka cerai! Nana ga mau milih salah satu! Nana mau dua-duanya! T________T
Rain: cup cup.. Semoga mereka mendengarkanmu, Na. Berdoalah dulu. Minta bantuan-Nya, supaya keluargamu disatukan lagi.
Nana menurut. Dia meninggalkan komputernya sejenak dan berdoa. Doa terkhusyuk yang pernah dilakukannya. Sehancur apapun keluarganya, tidak boleh ada kata perpisahan.
Dan ya, Tuhan memang baik. Teramat sangat baik. Dia mengabulkan doa Nana. Esok harinya, orang tuanya batal bercerai. Setelah sang kakak mengancam akan kabur dari rumah kalau perceraian itu tetap dilanjutkan. Mereka masih memikirkan kedua anak mereka, darah daging mereka. Mereka juga berjanji akan melakukan semua usaha apapun untuk mengembalikan kehangatan dalam keluarga itu.
Cute Nana: Rainnnn~
Rain: ya?
Cute Nana: Orang tua Nana ga jadi cerai lhoooo~
Rain: beneran? bagus deh. Uda bersyukur belum?
Cute Nana: Sudah donkkkk~ Terus, dua hari lagi kan, Nana libur~ Mau diajak jalan-jalan ke Bandung lhoooo~
Rain: wow. asik donk..
Cute Nana: Rain~
Rain: mm?
Cute Nana: Mau ngasi tau Nana ga, kamu itu di mana sebenernya?
Rain: kenapa tiba-tiba mau tahu?
Cute Nana: Sudah dari dulu mau tahuuuu. Tapi, kan Rain pelit, ga mau ngasi tau.
Rain: Bukannya udah nyerah? hahaha..
Cute Nana: Ihhhhhh~ Rain pelittttttt! Ngambek ni!
Rain: hahaha.. memangnya kalo tau, Nana bakal ke sini?
Cute Nana: Iya! Absolutely, yes!
Rain: Nana kan di jakarta. Rain tinggal di luar jakarta.
Cute Nana: Di mana?
Diam. Rain tidak membalas. Padahal biasanya laki-laki ini tidak pernah diam. Mungkinkah, kali ini Rain akan mengatakan di mana dia tinggal? Akhirnya, setelah sekitar setengah tahun sejak mereka pertama kali berkenalan di suatu forum? Tapi, spekulasi Nana tidak terjawab. Tetap tidak ada balasan dari Rain, untuk pertama kalinya.
Apakah terjadi sesuatu pada laki-laki itu? Mengapa tiba-tiba tidak ada balasan begini? Sebegitu tidak inginnya bertemu dengan Nana? Memangnya muka Rain jelek? Kalau muka Rain jelek, Nana tidak peduli kok. Nana cuma ingin bertemu dan mengucapkan terima kasih. Karena sudah selalu ada untuk Nana. Lagipula, bingung harus membayangkan Rain itu seperti apa. Kalau tidak tahu Rain seperti apa, kan tidak bisa ditampilkan di mimpi.
Esoknya, Rain sudah kembali seperti biasa. Sang pecinta hujan itu sudah meladeni Nana yang bawel menceritakan persiapannya untuk pergi besok. Sesekali memberikan komentar di tengah cerita Nana yang panjang lebar itu. Sebenarnya, gadis mungil berambut hitam panjang ini, ingin sekali melanjutkan pembicaraan mereka kemarin. Di mana sebenarnya Rain tinggal? Tapi, dia takut, Rain akan menghentikan pembicaraan seperti kemarin lagi. Dan sekarang, dia tidak ingin dialog kata-kata ini berhenti. Tidak, tentu saja. Selama seminggu ke depan, dia akan jarang atau bahkan tidak menyentuh internet sama sekali. Tak ada salahnya kalau sekarang dia memuaskan chatting dengan Rain, kan?
Pagi, dunia! Hari ini, Nana akan berangkat ke Bandung bersama keluarga kecilnya, yang sudah mulai menghangat biarpun kekakuan masih selalu membayangi. Tak apa. Nana yakin, di Bandung nanti, dia akan membuat keluarga ini kembali seperti dulu. Penuh tawa gembira.
Cute Nana: Rainnnn~
Rain: ya?
Cute Nana: Sejam lagi Nana berangkat nihhh~ Doakan Nana selalu selamat, ya~ :D
Rain: tentu saja, Nana.
Cute Nana: Rain, masih ga mau ngasi tau Rain tinggal di mana?
Seperti yang sudah diduga Nana. Rain kembali diam. Mungkin memang sebaiknya topik itu tidak diangkat-angkat. Masa dia harus berangkat diantar keheningan Rain begini?
Rain: Nana masih mau tahu?
Eh, Rain jawab!
Cute Nana: Iyaaaaa!
Rain: Nana mau ke bandung, kan?
Cute Nana: Iyaaaaa, Rain~
Lho, diam lagi. Memangnya Rain tinggal di—
Rain: Rain di bandung. kalo sudah sampe bandung, sms Rain ya. 081xxxxxxxx
Ehhhh?! Rain beneran di Bandung?! Dan Rain langsung ngasih nomer hape! Yay!
Cute Nana: Okayyyy~ Nanti kasi alamat Rain, ya! Nana pasti mampir! Otre?
Rain: iya. hati2, Na.
Cute Nana: Otrehhh! Pai2, Rainnn~ Sampai ketemu!
Sambungan diputus. Komputer dimatikan. Nana menyeret kopernya keluar kamar di mana kedua orang tuanya masih sibuk menyiapkan ini itu. Dengan segera, dia membantu ibunya menyiapkan bekal-bekal selama perjalanan. Gadis itu merasakan semangatnya meluber. Rain ada di Bandung! Dia akan segera bertemu Rain!
Setelah semua siap, perjalanan yang memakan waktu sekitar dua jam ini dimulai. Kakaknya sudah menyiapkan CD berbagai macam lagu untuk memeriahkan suasana perjalanan. Ayahnya memang paling senang menyetir sambil karaoke. Kalau lagunya enak, ibunya juga akan ikut bernyanyi. Lalu, kedua anak mereka pun akan ikut bernyanyi dan karaokelah mereka dalam Avanza Silver Metalic itu.
Nana benar-benar menyukai perjalanan ini, biarpun kecanggungan masih menyelimuti kedua kursi di depan. Tapi, setidaknya kedua orang tuanya sudah mencoba untuk mencairkan kekakuan diantara mereka berdua. Nana menghargai usaha itu dan teramat mendukung.
Dua jam memang tidak terasa kalau dilewati dengan kehebohan. Sebentar lagi, mereka akan memasuki Bandung. Nana segera mengirimkan pesan singkat ke nomor yang diberikan Rain tadi. Nana benar-benar tidak sabar lagi untuk bertemu Rain! Nana juga sudah minta pada ayahnya untuk diantar ke suatu tempat, yang akan diberikan Rain nanti. Bisa diduga, ayahnya langsung menyanggupinya.
Balasan dari Rain datang ketika mereka baru saja menurunkan semua barang mereka di hotel tempat mereka menginap selama seminggu ke depan. Segera saja, Nana meminta diantarkan ke alamat yang baru saja diberikan itu. Sayangnya, sang kakak menolak ikut menemui Rain. Dia lebih memilik pergi ke mall di dekat hotel.
Alamat yang diberikan sang pecinta hujan cukup jauh dari hotel tempat mereka menginap. Setengah jam perjalanan baru mereka sampai. Itupun setelah bertanya-tanya pada orang di jalan. Selama bertanya-tanya itu, beberapa kali nama tempat tujuan mereka disebut. Dan Nana merasa aneh. Mungkin bukan cuma aneh. Bingung, takut, gelisah. Semua campur aduk jadi satu. Pertanyaan heran ayah dan ibunya tak ada yang mampu dijawabnya.
Ketika mobil yang dikemudikan ayahnya akhirnya sampai pada alamat yang dituju, Nana benar-benar takut. Percuma dia berharap alamat yang diberikan Rain salah. Percuma dia berharap Rain akan mengoreksi alamat itu walaupun hanya nomornya saja. Tapi, tidak, tidak ada kesalahan apapun. Memang inilah alamat yang diberikan oleh Rain.
Nana melangkah turun, memasuki tempat itu dengan penuh heran dan tidak mengerti mengapa harus di sini? Mengapa tempat sekelam ini yang harus menjadi tempat pertemuan pertama mereka? Dan “Teratai”? Itukah tempat mereka akan bertemu pertama kali? Sepasang tungkai gadis itu melangkah dengan berat dan dipenuhi keraguan. Sampai di depan tempat yang dinamai “Teratai”, dia melangkah mendekati pusat ruangan itu, pusat pertama yang menjadi perhatian siapapun yang datang. Peti mati.
Foto siapa itu? Seorang pemuda. Usianya mungkin hampir mirip dengan Nana. Kulitnya tampak coklat. Rambut hitamnya terpotong cepak. Kedua bola matanya, hitam seperti milik kebanyakan orang Indonesia. Hidungnya cukup pesek. Bibirnya yang sedikit tebal, dihiasi dengan senyum manis yang menenangkan hati.
Nana berusaha memikirkan semua hal yang positif, seperti yang biasa selalu mampu dilakukannya. Mungkin saudara Rain ada yang meninggal. Mungkin Rain sebegitu ingin bertemu dengannya, sampai membuat janji untuk bertemu di tempat penuh duka ini. Mungkin pemuda ini adalah teman baiknya. Ya, mungkin begitu adanya.
“Nana? Benar Nana, kan?”
Nana menoleh segera. Berharap dan berharap bahwa Rain yang akan ditemuinya. Seorang laki-laki yang tampak lebih dewasa daripada Nana ataupun pemuda dalam foto, berada di hadapannya sekarang.
“Iya Nana. Kamu siapa? Rain?” Katakan iya atau menganggukalah, wahai pemuda tampan.
Tapi, doa dan harapan Nana tidak terkabul. Laki-laki itu menggeleng. Perlahan, tangan kanan laki-laki itu naik dan gerakannya terhenti dengan jari telunjuk terarah pada foto pemuda di depan peti mati. “Dia Rain.”
Terpaku. Tidak mungkin. Mengapa semua doa dan permohonannya pada Sang Kuasa, tak ada yang terkabul? Mengapa? Tidak, tidak mungkin. Tidak mungkin Tuhan sekejam ini pada Nana. Bukankah kemarin Tuhan Yang Maha Baik itu baru saja mengabulkan doa Nana? Ah, mungkin pemuda ini adalah Rain. Mungkin dia cuma sedang bercanda. Iseng, khas anak muda.
Cute Nana: Rainnnn~
Rain: ya?
Cute Nana: Eh, masih ada ajah! Ga tidur Rain? Udah jam 3 pagi, lho!
Rain: belum ngantuk. Nana juga belum tidur?
Cute Nana: Ga bisa tidur. Petirnya berisik. Hujan pula. Dinginnnnnn~
Rain: Nana ga suka hujan?
Cute Nana: Ga begitu. Rain suka, ya?
Rain: iya. suka sekali. Nana nanti ga sekolah?
Cute Nana: Sekolahhhh~ Makanya, gimana ini.. Ga bisa tidur.. huhuhuhu..
Rain: gimana kalo gini, pikirkan saja hujan dan petir di luar sana adalah Rain yang lagi nyanyi di telinga Nana. lagu apa ya.. nina bobo deh. kalo dingin, pikirkan saja yang hangat2..
Cute Nana: Memangnya Rain bisa nyanyi? Biasanya cowok ga bisa nyanyi! hihihi..
Rain: kan di dunia mimpi, semua bisa terjadi. oke? Nana tidur sekarang,ya.. nanti telat sekolah lho..
Cute Nana: Mmmmm~ Oke deh! Pagi, Rainnnnn~
Rain: pagi, Nana. mimpi indah, ya.
“Tidak mungkin. Kau Rain, kan?” tanya Nana dengan senyumnya yang biasa, sekaligus ingin menenangkan hatinya yang kalut.
Laki-laki itu kembali menggeleng. “Rain meninggal kemarin malam. Jantungnya kumat. Hanya beberapa menit setelah chatting kalian berakhir.”
Bohong! “Rain, sudahlah hentikan bercandamu itu. Tidak lucu sama sekali. Dia siapa memangnya? Saudaramu?” Nana tidak ingin percaya sedikitpun. Tidak! Rain yang baik, Rain sang pecinta hujan, Rain yang selalu ada untuk Nana. Mengapa Nana tidak diizinkan menemui laki-laki itu sekali saja?
“Nana, maaf. Seharusnya, kau memang tidak diberitahu. Rain sudah memintaku untuk tidak memberitahu apapun padamu. Maaf.”
Nana tidak mau tahu! Semua ini pasti cuma bohong! Iya, bohong! Nanti Rain pasti muncul dan mengatakan sesuatu seperti, ‘Surprise!’ atau ‘Kejutan!’, mungkin. Tapi, mengapa, mengapa hatinya menolak semua pikiran positif ini? Dalam hati kecilnya, dia sadar. Gadis enam belas tahun ini sadar. Rain sudah pergi untuk selamanya. Air matanya pun mengalir saat dia berhenti membuat alasan. Saat dia sadar bahwa inilah kenyataan.
Nana tidak tahu kapan laki-laki sang pengantar kabar kematian membantunya duduk. Tidak tahu kapan orang tuanya datang menyusulnya. Tidak lagi mendengar apa yang dikatakan oleh laki-laki di sisinya, yang mencoba menjelaskan sesuatu. Nana tak ingin mendengar apa-apa. Tak ingin mendengar apapun tentang asal-usul Rain, penyakit Rain, kepergian Rain, kematian Rain. Tidak ingin mendengar apapun tentang Rain. Karena semakin banyak yang didengarnya, semakin banyak pula jarum-jarum tanpa belas kasihan menusuk hatinya.
Entah sudah berapa lama sang waktu berlalu. Ketika kesadaran kembali pada Nana, dia sudah berada di kamar hotelnya, sendirian. Matahari sudah bersembunyi tapi tak tampak juga sang bulan yang biasanya bertugas memantulkan sinar sang surya. Sebagai gantinya, sang kumulonimbus mencurahkan butiran airnya ke bumi. Nana masih merasa linglung. Tapi, sang otak tidak mengizinkannya beristirahat, hanya untuk mengembalikan kesadarannya sepenuhnya. Semua ingatan itu langsung menyerbu masuk begitu saja tanpa bisa ditahan.
Rain. Teman dunia mayanya. Temannya yang terbaik. Laki-laki yang bahkan dikenalnya saja tidak. Yang selalu mampu menghiburnya. Yang selalu memberikan ‘ya?’-nya kapanpun Nana memanggilnya. Mengapa Tuhan? Nana cuma ingin bertemu satu kali saja.
Ingatan yang lain pun menyeruak masuk. Bima Tirta Nugroho, namanya. Usianya sama dengan Nana. Sudah menderita penyakit jantung sejak kecil. Bima cuma lulusan SD. Jantungnya tidak sanggup mendukung tubuh kurus itu untuk melakukan kegiatan yang sama dengan anak-anak seusianya. Empat belas tahun, orang tuanya melarang Bima keluar rumah, kecuali ke rumah sakit. Sebuah notebook dan jaringan internet diberikan pada sang putra bungsu. Di dunia yang terbentuk oleh sinyal-sinyal itulah Bima menghabiskan waktunya. Nickname Rain selalu digunakannya karena dia, sang pecinta hujan, teramat merindukan disentuh oleh sang hujan.
Mengapa seorang penyakitan seperti itu bisa online 24 jam? Sang kakak, yang memberikan kabar buruk pada Nana itu, selalu mendampingi adiknya. Ketika sang adik terlelap dan ada yang memanggil Rain, dialah yang akan menyahut dan meladeni chatting sebagai Rain. Semata-mata hanya untuk mengabulkan keinginan adiknya, yang ingin memanfaatkan waktunya yang tinggal sedikit, menjadi penolong bagi teman-teman dunia mayanya. Selalu ada ketika dibutuhkan. Dan Rain pun bertemu Nana.
Ada masa ketika Rain tidak ingin beranjak ke dunia mimpi karena masih ingin ngobrol dengan Nana. Tidak ingin mengecewakan Nana bahwa Rain hanyalah seorang remaja penyakitan, yang sekolah pun tak mampu. Nana membawa suatu semangat tersendiri untuk Rain. Keoptimisan untuk menghadapi hari esok dengan senyuman yang lebih lebar. Bahwa hari esok selalu lebih baik.

Hai, Nana, Sang Gadis Krisan.
Maaf. Kalau Nana terima surat ini, itu artinya Rain sudah tidak berada di dunia yang sama dengan Nana. Sebelum lupa, Rain mau bilang, terima kasih. Berkat Nana, Rain tidak kecewa bahwa hidup Rain berakhir. Nana membuktikan bahwa Rain yang lemah dan tidak bisa apa-apa ini, masih bisa berguna untuk orang lain. Rain yang sudah tidak berminat hidup. Rain yang tidak mengerti mengapa Tuhan memberikan penyakit seperti ini.

Liburan keluarga kecil berencana itu kembali dilanjutkan setelah Nana mampu menenangkan dirinya. Tidak butuh waktu terlalu lama. Esok harinya, gadis itu sudah menampilkan wajah cerianya lagi. Seperti yang bisa diharapkan dari seorang Nana. Dia sadar, kesedihannya yang berkepanjangan tidak akan membawa apapun yang baik. Selain itu, dia masih punya tugas. Menghangatkan kembali keluarga kecilnya. Kalau dia terus dirundung kesedihan, bagaimana caranya keceriaan akan kembali menghinggapi mereka? Keceriaan harus dipanggil dengan sedikit kehebohan yang menyenangkan, kan?

Tahu mengapa Rain suka hujan? Hujan akan membilas semua kepedihan Rain. Seperti ada yang menangis bersama. Seperti ada seorang teman yang sama-sama menderita dan bisa berbagi kepedihan bersama. Rain ingin jadi seperti hujan. Ingin bisa menghapus kepedihan orang lain.

Tidak ada satupun dari anggota keluarganya yang ingin mengungkit-ungkit tentang Rain. Kalau kisah itu hanya akan memanggil sang kesedihan kembali. Untuk apa diangkat kembali? Nana memang masih belum mampu menata hatinya. Dia memang kuat. Tapi, tidak hatinya. Selama ini, hidupnya bisa dibilang jauh dari hal-hal yang disebut perpisahan.
Perceraian orang tuanya adalah hal pertama yang dikenalnya sebagai suatu bentuk dari perpisahan. Dan perpisahan itu gagal diwujudkan. Dia sama sekali tidak pernah menyangka, perpisahan yang lain sudah menantinya. Perpisahan yang lebih kejam dan lebih abadi.

Tahukah mengapa Rain memanggil Nana dengan Sang Gadis Krisan? Kalau kita bisa bertemu, Rain ingin sekali memberikan bunga krisan pada Nana. Tahu artinya? Sepertinya tidak. Nana kan tidak suka baca. Pada bagian ini, Rain sedikit senang punya penyakit seperti ini. Karena Rain tidak akan pernah bisa menyerahkan bunga apapun atau hanya sekadar bertemu Nana. Tidak akan pernah. Lagipula Rain juga tidak mau. Bagaimana nanti wajah Rain kalau bertemu Nana? Rain tidak seceria Nana, tidak sekuat Nana.

Mereka mengitari Bandung dengan penuh semangat. Tawa yang riuh dan menyenangkan selalu terdengar. Entah disadari atau tidak, kepergian Rain yang merupakan sahabat sang gadis, membuat keluarga itu semakin dekat. Sepasang orang tua yang semakin ingin menjaga anak-anaknya. Seorang kakak yang semakin menyayangi sang adik dan orang tuanya. Lalu, sang adik yang benar-benar membutuhkan kekuatan dan dukungan dari siapapun, untuk sekarang ini.

Krisan artinya keceriaan, pesona, optimis, kelimpahan, dan keberuntungan, serta persahabatan. Krisan juga dipercaya mampu membawa kebahagiaan dan tawa dalam keluarga. Mirip sekali dengan Nana, kan? Nana membawa semua itu pada Rain dan keluarga Nana. Karena itu, maafkan Rain sekali lagi, harus pergi secepat ini. Terserah Nana mau memaafkan atau tidak. Sekarang, Rain cuma bisa melihat Nana tumbuh menjadi gadis yang baik, cantik, dan selalu membawa keceriaan di manapun Nana berada.
Persis seperti bunga krisan.
Salam hangat,
Sang Pecinta Hujan













Kau tahu, Nana.
Ada satu arti dari bunga krisan yang tidak akan pernah kusebutkan.
Itu adalah... cinta rahasia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar